Saya Mulai Capek
Menulis merupakan suatu penyaluran ke-frustasi-an yang memacu saya pada suatu non-coitus-orgasm. Tapi terkadang saya terlalu capek untuk memindahkan tulisan saya ke dalam bentuk soft copy untuk kemudian di-posting kan. Jadi ya, buah-buah kenakalan saya itu akhirnya hanya menumpuk di journal nyata saya. Seperti satu cerita ini,
Beberapa minggu ini, saya sudah tidak pernah lagi mengunjungi MUSI, tempat makan di belakang kos saya karena selalu pulang malam, padahal kalo sudah lewat jam 17.00 lauk yang tersisa sudah benar-benar membuat kita memincingkan mata. Ditambah selalu ada janji dengan teman-sahabat-partner membuat saya sekarang tiap sore tidak bisa lagi ikut mengisi presensi nonton sinetron yang tiap hari bintang-sinetron nya samaaaa terus [ seorang artis dengan inisial b.a.i.m. .w.o.n.g atw b.e.r.t.r.a.n.d a.n.t.o.l.i.n]. Selesainya kegiatan yang sampai malam. Kadang saya mandi jam 22.00. Cuma untuk memastikan badan bersih untuk mulai tidur. Hasilnya.
Kuliah saya keteteran.
Tidak jarang, bahkan bisa dibilang sering, selama blok ini saya tidak mengikuti kuliah pagi. Malah pernah selama satu minggu saya sama sekali tidak pernah menghadiri kuliah.
Haram jadah. Orang tua nekuk punggung meras keringat njatuhin harga diri yang kemudian Cuma saya balas dengan..bolos kuliah.
Believe or not. Saya mulai capek. Beberapa waktu ini saya mulai menyadari,. Apa sih yang sebenarnya membuat saya sampai tidak punya waktu buat sekedar bernafas. Tidur siang. Memanjakan diri. Berintraksi dengan penghuni kos yang lain.
Karena saya mematok harga yang terlalu tinggi untuk diri saya sendiri.
Selama ini saya selalu memaksakan untuk bisa melakukan apa yang orang ingin saya lakukan. Mengabulkan apa yang orang perintahkan pada saya. Nothing but self-admitted. Saya Cuma pengen membuktikan kalo saya bisa. Kalau dengan kecacatan yang ada dalam saya , saya bisa terbang.
Tapi ternyata saya salah.
Salah satu teman kos saya beberapa waktu yang lalu pernah menukas “Ihh…ni anak. Pulang malem lagi! Pasti deh, ntar tidurnya gara-gara ketiduran lagi! “
Saya tertegun. Sebegitu capeknyakah saya sampai orang yang hanya sesekali melihat saya saja bisa berkomentar begitu.
Segede apapun niat. Tubuh kita juga punya batas
dari echa, penuh rasa
Beberapa minggu ini, saya sudah tidak pernah lagi mengunjungi MUSI, tempat makan di belakang kos saya karena selalu pulang malam, padahal kalo sudah lewat jam 17.00 lauk yang tersisa sudah benar-benar membuat kita memincingkan mata. Ditambah selalu ada janji dengan teman-sahabat-partner membuat saya sekarang tiap sore tidak bisa lagi ikut mengisi presensi nonton sinetron yang tiap hari bintang-sinetron nya samaaaa terus [ seorang artis dengan inisial b.a.i.m. .w.o.n.g atw b.e.r.t.r.a.n.d a.n.t.o.l.i.n]. Selesainya kegiatan yang sampai malam. Kadang saya mandi jam 22.00. Cuma untuk memastikan badan bersih untuk mulai tidur. Hasilnya.
Kuliah saya keteteran.
Tidak jarang, bahkan bisa dibilang sering, selama blok ini saya tidak mengikuti kuliah pagi. Malah pernah selama satu minggu saya sama sekali tidak pernah menghadiri kuliah.
Haram jadah. Orang tua nekuk punggung meras keringat njatuhin harga diri yang kemudian Cuma saya balas dengan..bolos kuliah.
Believe or not. Saya mulai capek. Beberapa waktu ini saya mulai menyadari,. Apa sih yang sebenarnya membuat saya sampai tidak punya waktu buat sekedar bernafas. Tidur siang. Memanjakan diri. Berintraksi dengan penghuni kos yang lain.
Karena saya mematok harga yang terlalu tinggi untuk diri saya sendiri.
Selama ini saya selalu memaksakan untuk bisa melakukan apa yang orang ingin saya lakukan. Mengabulkan apa yang orang perintahkan pada saya. Nothing but self-admitted. Saya Cuma pengen membuktikan kalo saya bisa. Kalau dengan kecacatan yang ada dalam saya , saya bisa terbang.
Tapi ternyata saya salah.
Salah satu teman kos saya beberapa waktu yang lalu pernah menukas “Ihh…ni anak. Pulang malem lagi! Pasti deh, ntar tidurnya gara-gara ketiduran lagi! “
Saya tertegun. Sebegitu capeknyakah saya sampai orang yang hanya sesekali melihat saya saja bisa berkomentar begitu.
Segede apapun niat. Tubuh kita juga punya batas
dari echa, penuh rasa
1 Comments:
mmm...
berjuang bu dokter!!!!
cemangat!!!
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home